Home Post Penyakit Mahasiswa Milenials : Agent Of Follow

Penyakit Mahasiswa Milenials : Agent Of Follow

by swarakaltara

Penyakit Mahasiswa Milenials : Agent Of Follow

Penulis : Viggo Pratama Putra

Jabatan/Kedudukan : Staff Ahli Advokasi & Kajian Strategis BEM FIS UNP

 

SWARAKALTARA.COM – Fundamentum Petendi, istilah di dalam ranah hukum yang diartikan sebagai suatu petitah atau hal yang bersifat fundamental dan peranannya sangat penting. Jika dialihkan kepada era moderat seperti banyaknya perkembang biakkan revolusi industri, revolusi pendidikan, restorasi digaungkan dimana-mana seakan-akan era post-truth telah mengancam stabilitas dasar pijakan suatu bangsa, ini mengingatkan kita akan peranan sekelompok atau segolongan manusia yang menamakan dirinya sebagai mahasiswa.

Betul, mahasiswa namanya. Jika mengenang lebih lama, dahulu 1908 dimana berdirinya Budi Utomo yang menandakan telah ada itikad baik para pemuda berpendidikan untuk mendirikan suatu wadah pengembangkan kemampuan organisasi dalam hal pendidikan di Nusantara, 1928 ikrar sumpah pemuda menjadi saksi dimana para pemuda sepakat, bangsa, tanah air dan bahasa yang satu padu terhadap kesatuan Indonesia. Kembali merunut 1945 saat golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia karena pada saat itu golongan tua terlalu takut dan terlalu banyak pertimbangan sehingga menyebabkan lambannya gerak untuk menyongsong kemerdekaan.

1965-an disaat tuntutan akan orde lama yang menyebabkan suara rakyat tertuang dalam Tritura (tiga tuntutan rakyat) nan menginginkan pembersihan kabinet dari unsur komunis, basmi komunis sampai ke akar-akarnya serta turunkan harga sembako. 1998, orde baru meninggalkan bekas luka perih yang tak bisa dilupakan dan menghasilkan suatu konsensus bersama yaitu terwujudnya reformasi besar-besaran di negara kita Indonesia. Gerakan mahasiswa menduduki gedung parlemen menggambarkan semangat persatuan, semangat membela keadilan, membela kebenaran itu masih ada dan berkoar hebat dalam jiwa pemuda Indonesia terkhusus mahasiswa saat itu.

Menyongsong tahun politik 2019 yang belum lama masih meninggalkan bekas-bekas pergerakan dari sekelompok mahasiswa yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang seakan menodai reformasi. Reformasi seakan dikebiri disaat aturan-aturan yang keluar malah merugikan masyarakat dan sebaliknya, menguntungkan mereka yang memegang tampuk jabatan. Polemik yang sampai sekarang belum kunjung tertuntaskan secara menyeluruh oleh pemerintah sebagai pemandu agenda reformasi. Peristiwa ini pun sempat ternodai karena cukup banyaknya dari kalangan mahasiswa yang menjadi korban dari aksi demonstrasi. Miris memang melihat dan mengingat kembali polemik kisruh perjuangan ini.

Restorasi politik agar dapat kembali ke amanat UUD 1945 dan agenda reformasi seakan hanya bualan semata. Sistem feodal sepertinya belum sepenuhnya ditinggalkan oleh bangsa kita. Padahal dalam demokrasi, kesejahteraan serta keadilan terhadap rakyat menjadi orientasi paling utama dalam menjalankan suatu kebijakan. Namun jika melihat kondisi di lapangan, rasanya seakan jauh panggang dari api. Banyak polemik internal kenegaraan yang belum terselesaikan dengan baik serta memantik timbulnya teka-teki terhadap penyelesaiannya. Terlalu fokus pada konflik internal yang dijadikan wadah monopoli politik sehingga bangsa kita lupa negara lain di luar sudah membincangkan perkembangan merebut pasar ekonomi global. Disaat kita baru membahas dan mengurai revolusi industri 4.0, negara lain sudah melangkah dan menguprade ke revolusi industri 5.0, jauh meninggalkan negara yang sibuk dengan permasalahan rumah tangga seperti Indonesia.

Jika besi sudah banyak berkarat dan melemahkan fondasi dasar bangsa kita, tumpuan akan fondasi akan dibebankan  kepada besi yang masih muda dan masih mempunyai unsur tenaga yang meledak-ledak. Ia bernama mahasiswa. Golongan intelektual yang meramu dirinya menjadi ahli-ahli dan tokoh-tokoh dibidangnya masing-masing. Golongan intelegensia yang responsif terhadap permasalahan bangsa dan kritis terhadap ketimpangan yang terjadi. Kepadanyalah harapan tunas baru bangsa disandarkan. Buah manis diharapkan tumbuh berkembang di rengkahan tanah golongan pemuda, golongan mahasiswa.

Tapi, penulis berpendapat semangat mahasiswa adalah bukti gambaran energi kemerdekaan yang selalu kuat dan mempunyai kekuatan ledak yang luar biasa yang dibuktikan oleh pemikiran dan pergerakan-pergerakan mahasiswa selama ini. Di balik itu semua, sesuai premis kata tapi yang penulis katakan tadi, perkembangan digitalisasi global cenderung juga lebih banyak melemahkan mahasiswa. Perkembangan zaman menjadikan mahasiswa cendurung apatis terhadap permasalahan yang terjadi disekitarnya, digitalisasi justru malah melalaikan mahasiswa akan kewajiban dan tanggung jawab besarnya. Ini membuktikan tameng pertahanan mahasiswa yang berada di dalam dirinya masih lemah dan goyah jika dihadapkan kepada serangan arus globalisasi.

Masalah ini yang menjadikan stigma negatif terhadap pergerakan mahasiswa, banyak yang menilai mahasiswa zaman sekarang cenderung mempunyai prinsip sebagai agent of follow atau kelompok pengikut yang tidak punya pegangan jati diri dan cenderung mudah hanyut oleh perkembangan zaman. Kejumudan atau kemunduran cara berpikir mahasiswa menjadi tantangan hebat yang secara tidak langsung mengharuskan mahasiswa untuk kembali berbenah diri dan mengubah polarisasi yang telah jauh melenceng dari konsep dasar kewajiban mahasiswa.

Mahasiswa sekarang seakan telah membagi sekat-sekat antara dirinya di kampus dan dirinya di kalangan masyarakat. Mahasiswa terlihat banyak yang alergi dengan pergerakan dan aksi, yang lebih parahnya mahasiswa sendiri dengan mudah diadu domba menjadi dua belah pihak yang berbeda kepentingan. Mahasiswa membatasi dirinya dan hanya memikirkan bagaimana cara berkuliah yang baik untuk tamat secepat mungkin dan malah mengindahkan atau mengelakkan peran fungsionalnya dalam lingkup masyarakat luas. Mahasiswa tidak lagi merdeka dengan pemikirannya sendiri, karena pemikirannya telah diikat kuat oleh sikap individualisme dan cenderung hedonistik mengiringi perkembangan zaman. Pemikiran mahasiswa telah diikat dan difokuskan kepada hal realistis yaitu tugas cepat selesai, kuliah baik-baik, tidak ikut campur urusan rakyat dan pemerintah, serta wisuda cepat agar bisa kerja lebih cepat juga.

Pandangan penilaian seperti ini telah merasuki dan menjajahi pemikiran mahasiswa. Mahasiswa lupa akan peranannya yang begitu besar. Pengembalian restorasi berpikir perlu digerakkan kembali oleh mahasiswa. Ideologi perjuangan dan pergerakan yang membela keadilan sesuai dengan amanat pancasila harus kembali digalakkan. Mahasiswa sebagai agent of change harus kembali merubah tatanan yang ada ke jalur yang lebih baik. Mahasiswa sebagai control social harus kembali mengontrol ruang kosong antara rakyat dan pemerintah. Mahasiswa sebagai iron of stock harus kembali mensinergikan semangat baru asa perubahan kelak kedepan. Mahasiswa sebagai moral force dan guardian of value harus kembali menghidupkan semangat dari kekuatan moral dan nilai-nilai yang telah lama ditinggalkan serta dilupakan pemerintah maupun masyarakat.

Asa perubahan baru sesegera mungkin wajib untuk disadari kembali oleh mahasiswa, terlebih tantangan yang dihadapi bangsa dan negara kedepan akan lebih banyak dan bervariasi. Disinilah peranan mahasiswa dibutuhkan, sebagai anak muda yang berintelektual dan haus akan ilmu pengetahuan serta sikap kritis yang dimiliki akan mampu membedah segala macam perubahan yang terjadi untuk mengubah masalah menjadi kesempatan atau bertindak sebagai problem solver yang handal dan cekatan. Semangat mahasiswa yang dahulu telah terbukti melalui sejarah panjang pergerakan bangsa harus kembali hidupkan. Langkah berani harus dimulai mahasiswa. Sinergi peran antaran vokasi keilmuan juga tidak kalah penting diperhatikan pemerintah dan mahasiswa. Masyarakat dikembalikan menjadi orientasi utama pergerakan mahasiswa. Karena mengambil filosofisnya salam pergerakan mahasiswa, hidupnya mahasiswa Indonesia mengartikan sebagai bentuk hidupnya rakyat Indonesia.

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved