Home Post Jamtra Berhasil Uji Coba Budidaya Ulat Sutera Singkong Karet Bernama “Samia Cynthia Ricini” Di Malinau

Jamtra Berhasil Uji Coba Budidaya Ulat Sutera Singkong Karet Bernama “Samia Cynthia Ricini” Di Malinau

by swarakaltara

MALINAU, SWARAKALTARA.COM – Kelompok pemerhati serat “Jantra mas sejahtra” (Jamtra) dari Jogjakarta lakukan ujicoba budidaya Ulat Sutera yang nama latinnya “Samia Cynthia Ricini” dengan menggunakan pakan Singkong Karet (Ubi Pikul) bekerja sama dengan Kelompok tani Maranata Kuala Lapang Kabupaten Malinau.

Singkong Karet atau Ubi Pikul sangat potensi untuk pertumbuhannya di kabupaten malinau, bahkan berdasarkan keterangan warga malinau bahwa ubi pikul ini hanya merupakan tanaman liar sehingga banyak di basmi oleh masyarakat karena di anggap tidak ada gunanya, bahkan di wilayah desa tanjung lapang itu saya melihat keberadaan singkong karet atau di kenal di malainau itu ubi pikul ini sudah seperti hutan, bukan seperti kebun lagi, ungkap Tim pengembangan ulat sutra Jamtra Yulianto, S.Hut kepada SWARAKALTARA.COM Rabu (29/8) di Desa Kuala Lapang Kabupaten Malinau.

Kebetulan beberapa waktu lalu kelompok tani maranata malinau pernah melakukan study di jogja, atas dasar itu Jamtra mencoba lakukan uji coba budidaya ulat sutera dengan menggunakan pakan singkong karet di malinau bekerja sama dengan kelompok tani maranata yang di ketuai oleh Pdt. Yusa Sakai. Dan memang di Indonesia ada terdapat empat jenis budidaya ulat sutra yaitu satu ulat sutra yang makan daun jambu mete dan daun alpokat berwarna emas kedua ulat sutra yang makan daun mahoni berwarna coklat ketiga ulat sutra yang makan daun murbai dan yang keempat ulat sutra yang makan daun singkong karet ini. Dan baru kali ini kami berhasil setelah beberapa kali kami gagal membawa ulat sutra ini.

Budidaya ulat sutera ubi pikul ini sangat mudah terutama dengan adanya kemudahan untuk pakannya yaitu daun ubi pikul tersebut, dan waktu untuk melakukan budidaya ulat sutra singkong ini hanya membutuhkan waktu lebih kurang 27 hari selambat – lambatnya 1 bulan mulai dari menetas sampai dengan panen, imbuhnya.

Karena budidaya sutra ini baru di malinau termasuk kaltara, sedikit penjelasan saya tentang proses daur ulat sutera ungkap Julianto, untuk pemula kami sampaikan kepada plasma dalam bentuk instar 3 yaitu tingkatan besaran tubuh ulat, jelasnya instar ini terbagi atas instar 1, 2, 3, 4 dan instar 5. Kemudian instar 5 kita bagi dua  artinya dua minggu kita yang lakukan pemeliharaan kemudian dua minggunya lagi ulat tersebut sudah mandiri, jadinya praktis pemeliharaannya hanya dua minggu.

Lanjut jelasnya, setelah umur ulat sutera mencapai instar 4 lebih kurang di hari ke 23 ditandai dengan warnanya menjadi bening, kemudian ulat – ulat tersebut akan keluar dari wadah tempat pakannya setelah itu ulat tersebut akan kencing (mengeluarkan kotoran dari tubuhnya), selanjutnya ulat tersebut tidak makan lagi, nah pada saat itulah ulat sutra akan memproduksi dengan membungkus tubuhnya hingga tidak terlihat hanya dengan waktu satu (1) malam hingga lima (5) hari ulat sutra menyelesaikan penggulungan serat suteranya dan di tandai dengan bunyi ketika kita goyang kepompong serat sutra tersebut, kemudian kita gunting kepompongnya dan keluarkan kurfa atau ulatnya yang kemudian akan pecah dan menjadi kupu-kupu.

kupu-kupu tersebut salnjutnya akan mencari pasangan dalam waktu empat hari, kemudian betinya akan menata telur-telurnya, perkiraan rata-rata dalam satu pasanga akan bertelur 140 sampai dengan 160 butir, lalu dalam waktu sepuluh hari telur tersebut akan menetas menjadi ulat dan kupu-kupu nya akan mati dengan sendiri, imbuhnya.

Selanjutnya kata dia Julianto, kita sudah lakukan sosialisasi budidaya ulat sutera singkong ini terutama kepada kelompok tani Maranata, sekarang ini kami berupaya meningkatkan bibitnya dengan cara mengawinkan karena kita membutuhkan bibit yang banyak, dan yang perlu masyarakat ketahui untuk melakukan budidaya ulat sutra singkong ini kita hanya membutuhkan modal rak dan baki atau nampan yang bisa kita buat daru kayu atau bambu.

Budidaya ulat sutera ini cukup menjanjikan, dengan satu kilo kokon atau kepompong yang tadi kita gunting kemudian direbus lalu dikeringkan sejumlah lebih kurang 4300 butir itu harganya 70 ribu rupiah dan yang sudah di untal dalam bentuk benang itu bisa sampai 500 ribu rupiah per kilo dan ini tidak perlu menggunakan mesin, ungkapnya.

Salah satu bentuk kain sutera

Nah untuk mendapatkan Perhitungan sekilo itu, petani budidaya ulat sutra hanya butuh membuat dua rak, dalam dua rak itu terdapat sepuluh baki atau nampan. Satu nampan rata-rata 260 ekor ulat jadi satu rak mencapai 2500 ulat dikalikan dua menjadi 5000 ulat, dengan begitu petani sudah bisa menhasilkan 1 kilo kokon.

Terlepas masalah budidaya ulat sutra ini kami berharap kepada pemerintah kabupaten malinau khususnya dinas –dinas terkait dapat mendukung dan mendorong, sebagaimana pemerintah dapat memiliki kantong – kantong kelompok tani ulat sutera singkong karet atau ubi pikul yang tersebar di kabupaten malinau, sehingga harapan kami kegiatan budidaya ulat sutera ini bisa menyeluruh, karena sutera singkong ini mempunyai kemudahan dibanding dengan sutera yang menggunakan daun murbai, bahkan ulat sutera yang ada sekarang ini merupakan ulat yang lahir di malinau, pungkas Julianto. (ezi/sk).

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00