Home Post Kontroversi Omnibus Law ‘Cilaka’

Kontroversi Omnibus Law ‘Cilaka’

by swarakaltara

SWARAKALTARA.COM – Pada program legislasi nasional atau (Prolegnas) 2020 terdapat satu acuan Rancangan Undang-Undang yang akan diterapkan pemerintah, yaitu RUU Omnibus Law cipta lapangan kerja (Cilaka). Regulasi kompleks yang akan diterapkan pemerintah ini menganut sistem common law seperti halnya yang juga digunakan Amerika Serikat dalam membuat regulasi. Konsep ini pun membuat satu UU baru bertujuan untuk mengamandemen  beberapa UU sekaligus. Yang menjadi polemik adalah apakah dengan diterbitkannya draf omnibus law akan memperbaiki lapangan kerja di Indonesia atau hanya akan menghilangkan hak-hak pekerja yang ada?

Jika dilihat lagi dalam penggunaan konsep omnibus law, pemerintah telah lama ingin menerapkan peraturan tersebut, bahkan sejak awal Presiden Joko Widodo menjabat sebagai Presiden tahun 2014, dimana pemerintah bertujuan agar konsep yang ditawarkan tersebut mampu menjawab persoalan tumpang tindih aturan perundang-undangan di Indonesia. Jimmy Z Usfunan seorang pakar hukum tata negara berpendapat bahwa ada persoalan konflik dalam kontestasi penyelenggara pemerintah, saat ingin melakukan inovasi atau kebijakan yang kemudian berbenturan dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga omnibus law dinilai mampu menjadi salah satu alternatif jalan keluar yang mungkin bisa diambil oleh pemerintah. Problemnya, apakah pelaksanaan omnibus law ini  bisa diterapkan di Indonesia yang pada dasar hukumnya menganut sistem civil law?

Semenjak draf RUU omnibus law cipta lapangan kerja beredar luas di publik, beberapa pasal di dalam draf tersebut banyak menuai polemik. Diantaranya, rencana penerapan skema upah per jam, bukan upah minimum seperti sistem pengupahan yang berlaku sekarang.  Kemudian persoalan wacana penghapusan pesangon dan diganti dengan tunjangan PHK yang dari jumlahnya jauh lebih kecil. Serta muncul kekhawatiran akan banjirnya tenaga kerja dari asing yang tidak memiliki keterampilan khusus karena kemudahan izin yang ditawarkan di pasal-pasal dalam draf omnibus law. Hilangnya sanksi bagi perusahaan yang membayar upah minimum, tak adanya jaminan kesehatan dan pensiunan akibat berlakunya aturan upah per jam hingga sistem outsourching yang notabenenya lebih bebas.

Bahkan telah terjadi berbagai gelombang aksi demonstrasi yang menolak diterbitkannya RUU omnibus law. Kebanyakan diantaranya adalah buruh yang merasa sangat dirugikan akibat aturan-aturan yang ada pada draf omnibus law, terkhusus RUU cipta lapangan kerja alias ‘Cilaka’. Omnibus law cipta lapangan kerja atau undang-undang sapu jagat ini sendiri terdiri dari cakupan 11 klaster, yaitu penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan dan perlindungan UMK-M, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah hingga yang terakhir kawanan ekonomi. Pada proses legitimasinya, pemerintah sudah menyerahkan draf omnibus law cilaka kepada DPR pada rabu, 12 Februari 2020 kemaren walau banyak terjadi kontroversi terlebih di kalangan buruh pekerja.

Pada dasarnya konsep omnibus law akan menurunkan konsumsi rumah tangga yang menopang pertumbuhan ekonomi dengan sumbangsih kira-kira 54,68 persen atau 2,73 dari 5,02 persen pertumbuhan. Ini didasari pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung melambat dan stagnant bahkan hingga mencapai 5,02 persen pada 2019 lalu, terlemah sejak tahun 2016. Sekurang-kurangnya akan ada tiga dampak terkait penurunan konsumsi domestik yang kemungkinan terjadi sebagai bentuk imbas dari pasal-pasal rancangan omnibus law pada  lingkup kelompok masyarakat pekerja. Pertama, rancangan tersebut jelas akan merusak lingkungan dan menurunkan daya beli pada masyarakat di pedesaan. Hal ini terjadi karena dihapuskannya analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal akan menyebabkan korporasi terlalu riskan dalam merusak alam atau lingkungan. Kedua, akan terjadi ketidakpastian kerja yang merajalela jika rancangan omnibus law tersebut diundang-undangkan dan akan berpotensi menjatuhkan daya beli pekerja. Ketiga, RUU omnibus law cilaka ini akan menurunkan upah riil karena perencanaan penerapan upah dalam skema upah per jam dan tentu akan mengakibatkan jaring pengamanan upah minimum provinsi (UMP) tidak lagi efektif untuk digunakan.

Di dalam proses perencanaanya pun omnibus law cilaka disebut-sebut tidak melibatkan organisasi buruh dan justru malah melibatkan para pengusaha saja. Bahkan pada prosesnya terkesan ditutup-tutupi dan penyelesaiannya berlangsung sangat cepat tanpa pertimbangan mendalam terhadap ekosistem pekerja yang ada. Nur Aini sebagai koordinator advokasi serikat pekerja media dan industri kreatif untuk demokrasi (Sindikasi) mengatakan bahwa beberapa aturan pada draf omnibus law membuat buruh bekerja seperti budak, karena pengaturan terkait jam kerja yang lebih panjang dibandingkan aturan ketenagakerjaan sebelumnya. Beberapa pasal bahkan terkesan kontroversial, seperti yang disebutkan dalam draf omnibus law cilaka pasal 77A dalam UU ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, bahwa jam kerja lembur hanya dapat dilakukan empat jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu, kemudian dihapuskanya cuti haid, cuti menikah, cuti ibadah, serta cuti sakit. Bahkan dalam pasal 93 dijelaskan upah tidak akan dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaannya. Selain beberapa poin-poin kontroversial tersebut, waktu pembahasan omnibus law yang hanya 100 hari terbilang sangat sempit dimana seharusnya bisa dibahas lebih lama dan tentunya dengan melibatkan semua pihak terkait.

Aturan ini terlihat berpihak ke arah neoliberal. Karena dengan omnibus law, korporasi akan lebih mudah mendapatkan izin amdal dan izin lingkungan yang telah ditiadakan. Sehingga kemudian cenderung seperti memperalat pekerja tanpa harus dijegal oleh aturan hukum, dalam artian untuk mengupayakan optimalisasi peningkatan keuntungan menjadi lebih maksimal. Kelas pekerja tentu akan dirugikan jika melihat kutipan penulis diatas dalam membedah beberapa pasal kontroversial dalam RUU omnibus law cilaka tersebut. Di tengah era ketidakpastian seperti ini, masa depan kelas pekerja benar-benar seakan tidak menentu. Pemerintah melalui suprastruktur birokrasi yang berwenang seharusnya tidak bermain-main dengan segala macam resiko pelemahan pasar domestik. Terlebih disaat sektor industri semakin tertekan dengan nilai ekspor yang menurun akibat ketidakpastian ekonomi global.

Di tengah kondisi carut marut seperti ini, langkah besar memang perlu untuk dilakukan pemerintah, namun tentunya dengan segala pertimbangan yang ada termasuk mempertimbangkan konsumsi rumah tangga yang merupakan satu hal relatif dan bisa memberikan napas melalui kontribusi cukup besar serta berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Sudah semestinya RUU omnibus law cilaka ini lebih diperhatikan secara seksama oleh pemerintah dan warga negara dengan penuh kehati-hatian. Pemerintah tentunya juga harus mempertimbangkan beberapa kelonggaran dalam draf tersebut agar tidak merugikan pihak manapun atau bahkan merugikan ekosistem lingkungan yang ada. Pertimbangan yang matang tentu akan menghasilkan kebijakan yang ideal dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta kebutuhan ekonomi domestik dan global. Sehendaknya pemerintah juga menilik kembali ke sejarah belakang apa yang selama ini kurang dan tidak sesuai terhadap indikator kemajuan ekonomi yang ada sehingga kedepan pemanfaatan celah kekurangan tersebut dapat dilakukan dengan bentuk pengembangan dan langkah-langkah kongkrit yang akan menunjang kemajuan. Masyarakat pun akan dituntut aktif berpartisipasi dan menyampaikan saran serta kritisinya terhadap kebijakan yang ada, ini akan membuat public policy yang diterapkan pemerintah lebih mudah diterima warga masyarakat dan menyokong pembangunan indikator-indikator ekonomi yang ada.

 

Viggo Pratama Putra

Penulis : Viggo Pratama Putra

Jurusan/ Universitas : Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara/Universitas Negeri Padang

Jabatan : Wakil Presiden Wadah Pejuang Penegak Solusi Politik (WPPSP) 2019/2020

Penggiat Literasi, Analisa Kebijakan Hukum.

 

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved

Are you sure want to unlock this post?
Unlock left : 0
Are you sure want to cancel subscription?
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00