Home Post Sempat Cekcok Batas Lahan Warga Sepakati Penyelesaian Menggunakan Ritual Bedolop
Ritual bedolop di sungai desa Mambulu Kecamatan Sembakung Atulai.

Sempat Cekcok Batas Lahan Warga Sepakati Penyelesaian Menggunakan Ritual Bedolop

by swarakaltara

NUNUKAN, SWARAKALTARA.COM – Masyarakat dayak Agabag di kecamatan Sembakung Atulai kabupaten Nunukan Kalimantan Utara kembali menunjukkan kebijakan ritual adat menjadi penentu dan hasil akhir terhadap permasalahan yang terjadi di tengah-tengah mereka.

Ritual Bedolop, sebuah pengadilan adat yang diyakini sebagai jalan akhir dan pengadilan alam digelar di sungai Sembakung desa Mambulu, kali ini permasalahannya adalah tudingan pemasangan patok batas atau dalam bahasa setempat disebut sebagai Tanu.

“Pemasangan tanu di areal kebun jadi masalah, supaya semua bisa menerima keduanya sepakat dilakukan Bedolop,”ujar Salang wakil ketua Lembaga adat dayak Agabag kecamatan Sembakung, Selasa (09/03/2020).

Pokok permasalahan adalah perselisihan dan tudingan seorang warga bernama Talason yang dituduh memasang tanu di areal kebun Yansil.

Meski sempat bersitegang, dimana Yansil meletakkan kujau (pohon pakis), balang (rumput gajah), palaju dan duba (kepala sumpit), namun akhirnya keduanya sepakat menyiapkan ujok (sarat ritual agar bisa berlangsung), disepakatilah seekor sapi dan sejumlah sesaji lain sebagai syarat dimulainya Bedolop di sungai desa Mambulu.

“Adanya kujau, balang dan sebagainya itu punya arti, yang intinya jangan kau ganggu barangku,”jelas Salang.

Setelah atribut ritual berupa batang kayu rambutan hutan (Kalambuku) dua buah, lalu beras kuning, jantung pisang, dan juga beberapa helai kain berwarna merah dan kuning tersedia, dipimpin pembaca mantra yaitu Pambagian ketua adat dayak Agabag desa Tanjung Hilir, keduanya menenggelamkan diri dalam air.

Pihak yang bersalah akan sangat kesulitan untuk menahan diri di dalam air. Ada saja gangguannya, entah muncul ular dan sebagainya. Bahkan dalam kasus tertentu, si orang bersalah ini akan mengalami pendarahan hebat di telinga dan hidung. Sebaliknya, orang yang tidak bersalah akan baik-baik saja. Meskipun menyelam di dalam air, ia seolah bisa bernapas seperti biasa.

“Yang menang adalah Talason, artinya dia tidak melakukan pemasangan Tanu sebagaimana dituduhkan,”kata Salang.

Salang menjelaskan, bagi masyarakat Dayak Agabag, mengikuti setiap apa yang dikatakan adat merupakan jalan hidup. Adat bagi mereka bukan sesuatu yang bersifat mengekang atau semacamnya, justru nilainya adalah sebagai penyempurna hidup. Makanya, dalam setiap sendi kehidupannya, orang-orang Agabag hampir tidak pernah lupa untuk selalu menyematkan aturan-aturan adat ke dalamnya.

Bedolob merupakan pengadilan asli masyarakat Agabag, peradilan ini hanya akan digulirkan ketika ada sebuah masalah yang tak terselesaikan di antara masyarakat. Bedolob sendiri menurut masyarakat selalu memberikan jawaban yang benar, namun di balik itu ada risiko besar yang menanti, terutama bagi yang dinyatakan bersalah.

Bedolob juga dianggap semacam pengadilannya Tuhan di mana keputusannya tak bisa ditolak, apalagi banding. (KU).

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved