Home Post Jurnalisme Mengawal Transparansi & Akuntabilitas Penanganan Pandemi Covid-19 (Sesi Kedua)

Jurnalisme Mengawal Transparansi & Akuntabilitas Penanganan Pandemi Covid-19 (Sesi Kedua)

by swarakaltara

Perempuan & Kelompok Rentan di Masa Pandemi Covid-19

NASIONAL, SWARAKALTARA.COM – Perempuan dan Kelompok Rentan di Masa Pandemi Covid-19. Salah satu materi pada diskusi Online “Jurnalisme Mengawal Transparansi & Akuntabilitas Penanganan Pandemi Covid-19” oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Minggu (17/5/2020).

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati memaparkan, program keluarga harapan, program sembako bantuan pangan non tunai, bantuan sosial khusus, bantuan tanggap darurat. Dari judulnya kita melihat ada program keluarga harapan padahal kesemuanya ada bantuan sembako. Dengan begitu banyak judul namun sebernarnya masyarakat tidak mengetahui itu. Apa perbedaan bantuan yang satu dengan bantuan lainnya.

Contoh bantuan sembako di wilayah DKI jakarta, namun kadang-kadang isi dari bantuan sembako itu bikin masyarakat bertanya-tanya, menurut pengakuan RT – RW bantuan dari pemprov isinya beras, minyak goreng dan wafer tango. Kalaupun ingin membantu kenapa bantuannya kontennya begitu.

Dalam materinya juga dijelaskan, kebutuhan pangan memang penting untuk semua, namun kebutuhan spesifik juga memegang peranan penting untuk menentukan apakah seseorang / kelompok masyarakat dapat bertahan dalam kondisi darurat. Pengalaman hidup perempuan dan laki-laki juga berbeda, sesuai usia, kondisi hidup (bayi, anak, lansia, disabilitas, dan akar budaya).

Konsep “Kepala Keluarga” yang tidak mengalami pembaharuan konteks, membuat perempuan dan kelompok rentan tidak dilihat kebutuhannya dalam skema bantuan sosial. Imbas lainnya adalah kelompok rentan lain yang mangalami dampak semakin rentan diskriminasi, contoh (Masyarakat Adat, LGBT, Disabilitas, Refugee, dll).

Hal Lain Yang Tersisih Dari Hiruk Pikuk Covid-19

Gambaran dampak kebijakan PSBB dalam keluarga, ketimpangan peran pola asuh, tingkat stres anggota keluarga, dan kerentanan kasus KDRT.

Selain krisis alat rapid test dan ketersediaan ICU, juga ada problem akses layanan rutin kesehatan yang terhenti dan sulit dadapatkan, contoh Layanan Ibu Hamil, Lansia, dan Disabilitas. Layanan bagi korban kekerasan terhenti “Rumah aman – pemotongan anggaran, layanan visum, dan proses di kepolisian dan pengadilan”. Bagaimana akses keberlanjutan ekonomi kecil, dimana perempuan jumlahnya tertinggi “Kartu Pra Kerja membingungkan, belum efektif di masa pandemi ini”. Sementara inisiatif-inisiatif positif gerakan perempuan di akar rumput, ibarat rumput liar di taman bunga.

KPI melihat, 3 hal penting mengapa bansos tak prioritaskan perempuan dan kelompok rentan?

Dalam pengalaman, data pilah gender membantu dengan baik bagaimana pola solusi dan pengambilan keputusan dapat diambil, program, anggaran. Sementara kebijakan sudah ada seperti, PPRG, Gender Budget, Analisa GAP “hanya komitmen tidak berbanding lurus”. Keterwakilan perempuan, akan memperkaya aspirasi dan pendekatan yang diambil untuk problem solving.

Apa kabar Peraturan Kepala BNPB No 13 tahun 2004 Tentang Pengarusutmaan Gender?

Just on paper” belum ada upaya penerapan, dalam pengalaman kebencanaan berkali-kali ini menjadi kritik. Kalaupun dilakukan, lebih banyak organisasi masyarakat sipil, lembaga donor yang menginisiasi. Upaya penerapan terganjal pada proses birokrasi yang masih kuat cara berpikir patriarkhinya. Sisi positif, saat ini momentum tepat untuk implmentasi kebijakan PUG, untuk menekan masalah baru dari pandemi covid 19. Penguatan kelembagaan yang related dengan kebijakan PUG – pelibatan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam Gugus Tugas. (ezi).

Rekomendasi :

  1. Bagaimana mendorong dan mengingatkan pemerintah keterwakilan perempuan dalam level-level strategis pengambilan keputusan penyelesaian pandemi covid 19, fase kesiapsiagaan (preparedness) dan tanggap darurat (emergency) dan paska bencana untuk penanganan yang responsive gender.
  2. Data pilah gender sebagai dasar untuk program bantuan sosial, dan ini dijadikan standart dalam sosialisasi perkembangan COVID juga.
  3. Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Koperasi memastikan akses yang mudah bagi perempuan dan kelompok rentan terhadap program jaminan sosial yang disediakan oleh pemerintah, keringanan dalam mengangsur kredit dalam situasi darurat dan akses terhadap permodalan di masa pemulihan.
  4. Penyediaan akses yang memadai untuk pemenuhan layanan penanganan kekerasan berbasis gender dan kesehatan reproduksi melalui inovasi penyediaan layanan yang mengedepankan prinsip keselamatan dan meminimalisir resiko penyebaran Covid-19.
  5. Protolo yang jelas untuk menjamin perlindungan korban kekerasan yang mudah dijangkau dan tidak diskriminatif.
  6. Dukungan media massa untuk mengangkat situasi-situasi rentan kelompok perempuan dan kelompok rentan dimasa pandemi, dan bersama masyarakat sipil mendorong kebijakan penanganan bencana pandemi yang adil gender dan anklusif.

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved