Home NasionalDaerahJakarta Limbah Industri Nikel Ancam Keselamatan

Limbah Industri Nikel Ancam Keselamatan

by swarakaltara

Program Pemantauan KLHK atas Kualitas Air Laut Dibutuhkan

JAKARTA, SWARAKALTARA.COM – Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memberi perhatian lebih pada kawasan pertambangan nikel di Indonesia, seperti di Morowali, Sulawesi Tengah, dan Weda, Halmahera Tengah. Kedua daerah tersebut, serta banyak daerah pertambangan nikel lainnya, tengah mengalami ancaman lingkungan hidup akibat pencemaran yang diakibatkan oleh operasi tambang dan smelter nikel, yang menghasilkan limbah industri dan polusi udara.

Pada bulan Februari 2023 juga, PT Vale Indonesia (INCO) dan PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia meresmikan pembangunan proyek tambang nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.

Keduanya masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Menko Perekonomian No 9/2022 tentang Perubahan Daftar PSN. Melihat berbagai tren ini, dapat dipastikan bahwa industri nikel di Indonesia hanya akan semakin ekspansif.

Sayangnya, potensi ekonomi yang tinggi ini bukannya tanpa resiko lingkungan. Pertama, tentu ada dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat sekitar dari hilangnya lahan produktif. Kedua, adalah dampak lingkungan yang akan melebar ke dampak kesehatan serta perekonomian
masyarakat.

“Hasil penelitian AEER menunjukkan limbah industri yang dihasilkan mencemari perairan sekitar, baik itu sungai maupun laut; mengkontaminasi air yang tadinya dipakai warga untuk kegiatan sehari-hari, serta membunuh dan mengkontaminasi ekosistem laut, yang berdampak pada pekerjaan tradisional seperti nelayan. Salah satu senyawa berbahaya yang terkandung dalam limbah industri nikel, Kromium Heksavalen, dapat menyebabkan iritasi dan radang pada hidung dan saluran pernapasan atas, iritasi kulit, luka bakar pada kulit dan mungkin menyebabkan bisul, dan kerusakan mata akibat percikan. Selain itu, Kromium Heksavalen merupakan salah satu logam paling beracun untuk hewan air, karena mudah menembus membran
sel,” ujar Koordinator AEER Pius Ginting di Jakarta.

Program pemantauan KLHK atas kualitas air laut terdampak industri nikel sangat diperlukan. Pemantauan laut dilakukan pada semua media laut baik di air, sedimen, dan biota laut karena pencemar yang masuk ke air laut sebagian besar akan menempel pada partikel di air laut yang akhirnya mengendap di sedimen laut, pencemar di sedimen laut dapat bertransisi dan terakumulasi ke biota laut. Namun, dampak industri nikel belum dipilih untuk dilakukan pemantauan kualitas air laut oleh KLHK.

“Dampak kualitas air laut dari industri pengolahan nikel secara spesifik belum masuk ke program pemantauan KLHK. Padahal, potensi pencemaran ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan seharusnya sudah terdeteksi oleh sistem yang dimiliki oleh pemerintah. Meskipun, program pemantauan kualitas air laut harus dibarengi dengan program pengawasan lingkungan lain yang sudah dijalankan,” tutur Direktur Jaringan Advokasi Tambang Sulawesi Tengah Moh Taufik.

Isu perubahan iklim dan transisi menuju energi yang terbarukan sedang menjadi salah satu isu yang diprioritaskan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Patut diketahui, pada
tahun 2021, total emisi yang dihasilkan oleh sektor transportasi di Indonesia mencapai 135 metrik ton, dan menjadi salah satu kontributor terbesar emisi Indonesia. Berbagai upaya mulai
dilakukan dalam rangka menurunkan emisi. Salah satu solusi yang sekarang sedang menjadi tren adalah penggunaan kendaraan listrik. Namun jika pemantauan dan penerapan standar lingkungan terbaik tidak maka wilayah laut akan dikorbankan demi pasokan material kendaraan listrik.

“Selama ini, KLHK hanya memiliki sejumlah mekanisme pengawasan lingkungan yang
mengandalkan laporan perusahaan lewat rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup
(RKL-RPL). Namun yang diperlukan saat ini adalah program pemantuan langsung oleh KLHK,”ucap Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat Meiki Paendong.(*)

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved