Home Post Perempuan Perempuan Hebat Bicara Pengelolaan Hutan

Perempuan Perempuan Hebat Bicara Pengelolaan Hutan

by swarakaltara

JAKARTA, SWARAKALTARA.CO – Sejumlah perempuan dari berbagai pengelola perhutanan sosial di Indonesia, berbicara perjuangan mereka menyelamatkan hutan. Selain mengakses kawasan hutan untuk meningkatkan perekonomian keluarga, para perempuan ini juga menceritakan upaya yang mereka lakukan untuk menyelamatkan hutan- hutan yang banyak dijarah untuk kepentingan pribadi.

Suka duka mengelola hutan mereka ceritakan saat Talk Show Tematik : Peran Kelompok Perempuan Dalam Perhutanan Sosial Menuju Ketahanan Pangan, Rabu (27/11/2019) di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta. Acara ini merupakan bagian dari Pesona yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Perhutanan sosial adalah salah satu program nasional yang membuka akses kelola hutan bagi komunitas terlebih komunitas miskin yang hidupnya tergantung kepada keberlanjutan hutan dan segala keaneka ragaman hayatinya. Sejak diluncurkan pada tahun 2011 sebagai komitmen pemerintahan Presiden Jokowi untuk membangun dari pinggiran/ desa, Perhutsos berkomitmen membagikan total 12,7 juta hektar lahan di Kawasan hutan melalui 5 skema: Hutan Desa, Hutan kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan adat. Dengan total luas ini, harapannya 15,15 juta juta rakyat miskin di pedesaan bisa mendapatkan akses kelola atas lahan dan meningkatkan kesejahteraan mereka melalui kegiatan-kegiatan livelihood yang berkelanjutan.  Perhutsos selayaknya juga akan memberikan kemanfaatan bagi kelompok perempuan, sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam mensukseskan capaian SDGs, yaitu meningkatkan kesetaraan berbasis gender. Dari Jumlah masyarakat miskin tersebut, jJikalau dengan asumsi bahwa sekitar 50% dari penduduk miskin adalah perempuan, maka program ini dapat memberikan perubahan dalam pola akses lahan yang selama ini tidak membuka akses yang setara, diharapkan hutsos akan membuka akses yang lebih luas bagi kelompok perempuan untuk terlibat dalam pengelolaan SDA yang berkelanjutan serta mendukung pengurangan tingkat kemiskinan dipedesaan.

Hingga 30 September 2019 capaian luas dari program hutsos menunjukkan bahwa 3.415.231,58 hektar sudah diberikan dalam bentuk 6.053 SK kepada 755.281 KK. Pertanyaannya kemudian, berapakah kelompok perempuan yang berhasil mendapatkan akses kelola lahan ini? Sejauh ini, pengusulan hak kelola dalam perhutanan social yang diajukan oleh kelompok perempuan baru didapatkan oleh kelompok perempuan peduli lingkungan (KPPL) Maju Bersama di desa pal VIII, kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. 25 perempuan di kelompok ini, pada tanggal 5 Maret 2019, telah menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan Taman Nasional Kerinci Sebelat untuk mengelola 10 hektar lahan dalam membudidayakan kecombrang dan pakis.  Ceita sukses KPPL Maju Bersama ini sayangnya belum menyebar luas dalam gerakan pemberdayaan perempuan desa, selain minimnya pendamping kelompok perempuan untuk mengusulkan wilayah hutan untuk dikelola kelompok perempuan secara berkelanjutan.

Sesungguhnya, semangat untuk mendorong kelompok perempuan terlibat dalam pengelolaan hutsos sudah disampaikan langsung oleh Ibu Menteri LHK Siti Nurbaya,  pada tanggal 25 Maret 2019 saat pertemuan antara 120 pemimpin lokal perempuan dan aktivis perempuan di Manggala Wana Bhakti.

Komitmen Menteri LHK saat itu adalah  memastikan bahwa kelompok perempuan diprioritaskan untuk  mengakses lahan, sehingga fasilitasi pengusulan, proses mendapatkan ijin dan pengelolaan lahan paska ijin akan memperhatikan nilai-nilai kesetaraan. Khusus untuk pengakuan masyarakat adat serta mendorong hutan adat, Ibu Menteri LHK juga mendorong pentingnya membangun pemahaman kuat tentang  Ibu Bumi dalam pengelolaan hutan adat. Tentu saja, di lapangan kita menemukan bahwa perempuan sudah dilibatkan sebagai pengelola di lembaga pengelola hutan desa/HKM/hutan adat. Perempuan juga terlibat dalam pengelolaan-pengelolaan kelompok usaha perhutsos (KUPS). Dalam mengelola KUPS ini terjadi peningkatan pendapatan bagi perempuan, sebagai contoh KPPL Maju Bersama sudah mendapatkan omzet sebesar 7 juta perbulan dari mengelola produk olahan kecombrang dan pakis. Begitu pula KUPS yang dikelola oleh kelompok perempuan di HPHD Bentang pesisir Padang Tikar Kubu Raya.

Selain ekonomi produktif, keterlibatan perempuan dalam mengelola hutan juga memberikan pengalaman bagaimana ketahan pangan bisa berlanjut. Didera oleh rendahnya pendapatan suami, kelompok perempuan di desa Minti Makmur, Donggala, Sulawesi Tengah, memanfaatkan lahan hutan yang bertetangga dengan kebun sawit untuk ditanami cabe (rica). Sehingga saat harga cabe meningkat, masyarakat Donggala yang sedikit banyak tergantung pada cabe, tidak mengganggu pangan kelompok perempuan Minti Makmur dikarenakan kecukupan pangan tertentu tersebut. Hal yang sama juga terjadi di Ulak Pauk, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat saat lahan mereka dengan terpaksa diserahkan untuk perkebunan sawit, kelompok perempuan tetap bisa menjaga ketahanan pangannya dengan memanfaatkan Kawasan hutan yang tersedia di sekitar mereka. Jadi bisa kita bayangkan bagaimana program hutsos, akan membawa perubahan bagi peningkatan taraf hidup komunitas pedesaan dengan melibatkan kelompok perempuan. Inisiatif ini sesuai dengan pernyataan Diejen PSKL, KLHK saat lokakarya tata hubungan kerja antara pemerintah puasat dan daerah di Padang Sumatera Barat, 10 Oktober 2019, bahwa salah satu kunci keberhasilah hutsos adalah adanya kejelasan wewenang pusat daerah, kerjasama yang baik dan membangun kolaborasi antar pihak: Pemerintah, NGO dan komunitas termasuk kelompok perempuan.

Menyikapi semangat mendorong kesetaraan, termasuk memastikan pemimpin muda perempuan di pedesaan untuk terlibat dalam pengelolaan hutsos yang berkelanjutan, akan coba dijawab oleh diskusi tematik: perempuan dalam perhutsos, menuju ketahanan pangan. Diskusi kelompok dalam bentuk talkshow ini bertujuan untuk mendorong semakin banyaknya kelompok perempuan pedesaan terutama perempuan-perempuan muda calon pemimpin di desa untuk mengambil kesempatan dalam pengelolaan SDA melalui kejelasan proses pengusulan dan paska ijin dalam  program perhutanan social demi terwujudnya pengelolaan SDA yang berkelanjutan. (PLH Kaltara).

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved