Home Post Catatan : September Merah

Catatan : September Merah

by swarakaltara

Catatan : SEPTEMBER MERAH

Meresapi beberapa peristiwa dan kejadian yang terjadi pada bulan September ini seakan melampiaskan keresahan serta kesedihan yang diderita masyarakat pada umumnya yang sepertinya sangat kecewa terhadap jalannya demokrasi yang telah jauh menyimpang dari jalurnya. September tahun ini tampaknya akan menjadi bulan penuh perjuangan masyarakat untuk membela hak-hak mereka yang semakin dicekik oleh aturan-aturan gila yang diproduksi oleh wakil rakyat yang duduk di parlemen beserta persetujuan eksekutif (eksekutor). Para pembuat aturan seakan-akan sedang membual dalam membuat aturan yang sama sekali tidak lagi rasional dan jauh melenceng dari amanat konstitusi sebenarnya. Maka dari itu penulis tertarik untuk sedikit mengorek dan menguraikan problematika bangsa yang telah merundung kesedihan di bulan September beserta catatan-catatan singkat atasnya.

Tahun 2019 yang merupakan tahun politik, tahun dimana terjadi pergantian kursi bagi anggota parlemen dalam hal ini legilatif dan juga pemilihan presiden, agenda ini disinyalir sebagai potongan besar dari permasalahan yang kian memuncak di penghujung tahun pada bulan September ini. Korelasi pergantian kursi legislator dengan peristiwa aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di bulan September ini sangat kental dan sarat dengan peristiwa pengesahan aturan yang dibuat legislatif. Secara dugaan kausalitas yang jelas antara korelasi tadi meruncing kepada percikan masalah akibat tupoksi legislator yaitu dalam hal perevisian beberapa undang-undang kontroversial hingga problematika musiman yang mengembang kepada permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang tak habis-habisnya mendera negeri ini.

Kenapa timpaan terhadap kebijakan ini terasaa begitu perih hingga melukai dan merasuki jiwa rakyat untuk bergerak bersuara serta dengan gamblang mengkritisi petisi-petisi untaian pasal-pasal yang terlihat begitu bertolak belakang terhadap kebutuhan rakyat yang harusnya didahulukan pelaksanaannya. Tentu secara langsung ini membuat masyarakat merasa pemerintah sebagai institusi perumus dan penetap kebijakan tidak serta merta mengajak objek tujuan kebijakan yaitu masyarakat itu sendiri. Pemikiran seperti inilah yang berkembang seiring dengan hangatnya isu-isu permainan kepentingan di dalam tubuh birokrat pemerintahan. Ini seakan memperkuat legitimasi terhadap ketidakpercayaannya masyarakat kepada unsur-unsur konstitusional yang bercokol di pemerintahan. Mosi ketidakpercayaan semacam ini adalah suatu ancaman serius karena pemerintah harus sejalan dengan masyarakat namun jikalau pemerintah tak lagi dipercayai oleh rakyatnya berarti ambang goyahnya bangsa dan negara telah berada di ujung tanduk.

Sistem imunitas bangsa (pemerintah) sangat tergantung kepada sampai atau tidaknya keinginan atau kebutuhan masyarakat yang berkorelasi sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh puncak tertinggi piramida hukum yakninya parlemen. pada roda berjalannya, safety belt lancarnya hubungan tersebut ialah berupa unsur penyidikan terhadap aturan-aturan yang dibuat tidak melenceng dari konstitusi dasar UUD 1945 dan ideologi pancasila. Persekutuan simbiosis inilah yang sedang terserang penyakit berupa tumor berbahaya yang harus sesegera mungkin dioperasi dihilangkan hingga dibuang sejauh mungkin agar tidak merusak citra baik perjuangan konstitusi yang benar-benar merdeka dari intervensi pihak manapun.

Beberapa contoh rusaknya segel kepercayaan yang selama ini selalu berusaha dijaga baik-baik oleh pihak pemerintah adalah kasus-kasus yang begitu banyak terjadi di segenap bulan September ini, seperti peristiwa yang mendera kalangan pemerintah disaat rasa kepercayaan masyarakat tadi tidak lagi ada. Sebut saja aksi demonstrasi yang begitu banyak terjadi di seluruh penjuru nusantara, di Jakarta gedung parlemen pusat dibuat kisruh oleh pengepungan kawan-kawan mahasiswa yang ingin berorasi menyampaikan pesan aspirasi yang ditujukan kepada segenap birokrat pemerintahan. Disaat yang sama aksi peduli seperti itu disuarakan serentak seluruh Indonesia hingga beberapa hari. Dan yang lebih mirisnya ini menambah rentetan kisah pilu rakyat yang ingin didengar suaranya dan ingin diayomi sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus terpenuhi. Malahan kawan-kawan mahasiswa yang berada di Sulawesi hingga tertembak dan meninggal sebagai seorang pahlawan dalam penyambung lidah rakyat. Fasilitas-fasilitas negara dirusak oleh kawan-kawan karena menunjukkan kekesalan terhadap aspirasi yang tak kunjung didengar dan malah pemerintah terkesan tutup telinga akan hal ini, walaupun tindak pengrusakan fasilitas negara tidak diperbolehkan dalam undang-undang tapi secara eksplisit ini menggambarkan bagaimana keresahan masyarakat akan tuntutannya kepada negara. Untuk menanggapi polemik problema semacam ini perlu sikap preventif pemerintah secara tegas dan cepat agar kegaduhan semacam ini tak lagi terulang apalagi sampai memakan korban.

Menilik lebih dalam lagi apa yang dipermasalahkan oleh kelompok masyarakat atas aksi yang berturut-turut dilaksanakan ialah masalah penolakan terhadap revisi UU KPK yang beberapa hari yang lalu telah mencapai ketok palu dan telah disahkan, hal ni yang disinyalir sebagai upaya pelemahan independensi lembaga KPK, selanjutnya ialah beberapa pasal kontroversial dalam RKUHP (Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana) yang mana secara garis besar menyatakan bahwa negara terlalu jauh mengurusi urusan privat warga negaranya hingga mengatur tentang beberapa pasal pidana hukuman yang terkesan tak masuk akal, UU pertanahan (agraria) juga menjadi permasalahan dimana seakan pemerintah akan mudah “merampas” tanah masyarakat dengan dalih kegunaan untuk negara (pemerintah), selanjutnya UU pemasyarakatan yang sangat kontroversi karena beberapa pasal di dalamnya seperti pemerintah lebih melindungi para napi ataupun kontroversi karena akan ada pengurangan masa hukuman untuk para narapidana. UU SDA pun tak luput jadi polemik hingga masalah KARHUTLA yang tak kunjung mendapat kepastian penanganan dan sanksi terhadap koorporasi yang mendalangi pembakaran hutan yang menyebabkan kegaduhan bahkan hingga menyebabkan penyakit ispa bagi masyarakat.

Catatan-catatan penting berupa pengalaman berharga bagi hidupnya dinamika kebangsaan semacam ini harus jadi memo penting untuk selalu diingat dan dijadikan pembelajaran bagi kelancaran stabilitas birokrasi yang menekankan orientasi proses perujukan pada kebutuhan masyarakat banyak. Terlebih bulan September sudah menjadi bulan penuh kenangan bagi bangsa Indonesia sejak dahulu jika mengingat bagaimana kasus G30 S PKI mendera bangsa kita dulu. Penanganan terhadap setiap polemik permasalahan yang terjadi harus segera disiapkan bangsa sebagai bentuk body protector pelindung kemungkinan terburuk yang dapat saja terjadi. Secara simultan pemerintah juga harus bisa sejalan searah dengan masyarakatnya untuk menciptakan harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara. Bulan September akan selalu menjadi bulan penuh kenangan bulan penuh tantangan disaat negara menderita penyakit hingga membuat rakyatnya turun tangan terhadap penyakit tersebut. Secara bersama diharapkan bangsa Indonesia dapat melewati beberapa masa paceklik untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah lagi. Ideologi pancasila dan UUD 1945 harus tetap dipegang teguh secara bersamaan agar pandangan ke depan bangsa tidak lagi melenceng dari amanat konstitusi dan tidak dapat diintervensi oleh monopoli kepentingan. Luka sejarah akan selalu menjadi kenangan terindah bagi segenap rakyat Indonesia agar tak lagi jatuh ke dalam lubang yang sama dua kali. Sikap pemerintah sebagai pemegang kepercayaan konstitusional tidak boleh lagi mengecewakan rakyat. Hubungan mutualisme seperti ini harus dapat selalu dijaga dengan baik demi dinamika yang dinamis perputaran roda arah bangsa kedepan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Nama Penulis : Viggo Pratama Putra

Jurusan/ Universitas : Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara/Universitas Negeri Padang

Jabatan : Wakil Presiden Wadah Pejuang Penegak Solusi Politik (WPPSP) 2019/2020

Penggiat Literasi

Postingan Terkait

Tinggalkan Komentar

Kontak

© 2023 Swara Kaltara | All Rights Reserved